Langsung ke konten utama

Mengapa Menikahi dalam Masa Iddah Dilarang dalam Islam ?

Dalam agama Islam, masa iddah adalah periode waktu tertentu yang harus dijalani oleh seorang wanita setelah pernikahannya berakhir, baik karena perceraian (talak) atau kematian suami. Selama masa ini, wanita tidak diperbolehkan untuk menikah lagi. Larangan ini memiliki dasar hukum yang kuat dalam syariat Islam dan mengandung hikmah serta tujuan tertentu. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa menikahi dalam masa iddah dilarang dalam Islam, termasuk dasar hukumnya, tujuan dan hikmahnya, serta dampak yang mungkin terjadi jika larangan ini tidak diindahkan.

Mengapa Menikahi dalam Masa Iddah Dilarang dalam Islam ?

Pengertian Masa Iddah

Masa iddah adalah waktu yang ditentukan bagi seorang wanita untuk menunggu setelah perpisahan dari suaminya sebelum ia diperbolehkan menikah lagi. Durasi masa iddah bervariasi tergantung pada penyebab perpisahan:


1. Iddah karena cerai: Tiga kali suci bagi wanita yang tidak hamil.

2. Iddah karena kematian suami: Empat bulan sepuluh hari.

3. Iddah bagi wanita hamil: Hingga melahirkan.


Dasar Hukum Larangan Menikahi dalam Masa Iddah

Larangan menikahi wanita dalam masa iddah memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Hadis. Berikut adalah beberapa dalil yang menjelaskan hal ini:


1. Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 235:

   "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, tetapi janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang baik. Dan janganlah kamu berazam (bersungguh-sungguh) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (QS. Al-Baqarah: 235)


2. Hadis Nabi Muhammad SAW:

   Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, dan Ahmad)


Tujuan dan Hikmah Larangan Menikahi dalam Masa Iddah

Larangan menikahi wanita dalam masa iddah memiliki beberapa tujuan dan hikmah yang sangat penting dalam menjaga tatanan sosial, moral, dan kesejahteraan individu dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa di antaranya:


1. Menjaga Kebersihan Nasab (Garis Keturunan):

   Salah satu tujuan utama dari masa iddah adalah untuk memastikan kebersihan nasab atau garis keturunan. Dengan menunggu selama masa iddah, dapat dipastikan apakah wanita tersebut hamil atau tidak dari pernikahan sebelumnya. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerancuan nasab yang dapat menimbulkan masalah besar dalam hal pewarisan dan hak-hak keluarga.


2. Memberikan Waktu Berduka dan Penyesuaian:

   Masa iddah memberikan waktu bagi wanita untuk berduka atas kehilangan suami atau penyesuaian setelah perceraian. Ini adalah periode refleksi dan pemulihan emosional, yang sangat penting untuk kesejahteraan mental dan spiritual wanita tersebut.


3. Menjaga Kehormatan dan Martabat:

   Dalam banyak budaya, termasuk dalam masyarakat Islam, menikah segera setelah perpisahan dapat dianggap tidak pantas dan dapat merusak reputasi wanita tersebut. Masa iddah membantu menjaga kehormatan dan martabat wanita serta mencegah pandangan negatif dari masyarakat.


4. Mencegah Konflik dan Ketegangan:

   Menikah dalam masa iddah dapat menimbulkan konflik dan ketegangan, terutama jika melibatkan keluarga dari pernikahan sebelumnya. Masa iddah memberikan waktu untuk menyelesaikan urusan yang tertunda dan memastikan bahwa semua pihak siap untuk melanjutkan hidup tanpa menimbulkan masalah baru.


Dampak jika Larangan Ini Tidak Diindahkan

Jika larangan menikahi wanita dalam masa iddah tidak diindahkan, dapat terjadi berbagai dampak negatif yang mempengaruhi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:


1. Kerancuan Nasab:

   Tanpa masa iddah, nasab anak yang lahir setelah pernikahan baru bisa menjadi tidak jelas. Ini dapat menimbulkan masalah dalam hal hak waris, perwalian, dan identitas keluarga.


2. Ketidakstabilan Emosional:

   Wanita yang menikah segera setelah perceraian atau kematian suami mungkin belum siap secara emosional. Hal ini dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam pernikahan baru dan berpotensi menyebabkan masalah rumah tangga di kemudian hari.


3. Stigma Sosial:

   Menikah dalam masa iddah dapat menimbulkan stigma sosial dan pandangan negatif dari masyarakat. Ini dapat mempengaruhi reputasi dan martabat wanita tersebut serta keluarganya.


4. Konflik Keluarga:

   Pernikahan yang dilakukan dalam masa iddah dapat memicu konflik antara keluarga dari pernikahan sebelumnya dan pernikahan baru. Ini dapat menimbulkan ketegangan dan perselisihan yang berdampak buruk pada hubungan keluarga.


Penutup

Masa iddah adalah salah satu ketentuan penting dalam Islam yang memiliki tujuan dan hikmah yang mendalam. Larangan menikahi wanita dalam masa iddah didasarkan pada ajaran Al-Qur'an dan Hadis, serta bertujuan untuk menjaga kebersihan nasab, memberikan waktu berduka dan penyesuaian, menjaga kehormatan dan martabat, serta mencegah konflik dan ketegangan. Dengan memahami dan mematuhi ketentuan ini, umat Islam dapat menjaga tatanan sosial yang baik, melindungi hak-hak individu, dan menciptakan masyarakat yang harmonis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengganti Foto Di Buku Nikah

Cara Mengganti Foto Di Buku Nikah - Seiring berjalannya waktu hari berganti hari, bulan berganti bulan hingga tahun berganti tahun, secara otomatis foto yang ada di buku nikah mulai memudar warnanya termakan waktu apalagi buat mereka yang kurang dalam perawatan buku nikah. Pertanyaannya adalah apakah bisa foto pada buku nikah di ganti ? Iya,,,, bisa Lalu bagaimana cara menggantinya apakah bisa sendiri atau harus ke kantor KUA ? Mengganti foto yang ada pada buku nikah harus ke kantor KUA yang mengeluarkan buku nikah anda karena di foto ada cap KUA yang mengeluarkan, jadi setelah foto baru di tempel akan di cap ulang lagi oleh pihak KUA. Apakah bisa sekalian minta ganti buku nikah dengan yang baru karena rusak atau tulisan sudah tidak terbaca lagi ? Sangat bisa,,,, Itu artinya anda minta duplikat buku nikah dengan persyaratan sebagai berikut : Pas foto 2 x 3 (terpisah) latar biru masing-masing 3 lembar Foto copy masing-masing Ijazah 1 lembar Fot...

3 Versi Kalimat Minta Restu Atau Ijin Calon Pengantin Wanita Kepada Orang Tua

3 Versi Kalimat Minta Restu Atau Ijin Calon Pengantin Wanita Kepada Orang Tua - Khususnya di daeralah kecamatan laung tuhup sebelum dilaksanakan prosesi ijab dan qobul, ada sebuah tradisi penyampaian permohonan ijin dan do’a restu yang dilakukan oleh calon mempelai wanita kepada orang tuanya (khususnya permohonan ijin untuk menikahkannya), tradisi ini cukup baik untuk dilaksanakan terlebih lagi jika diniatkan sebagai bentuk birrul walidain (sebagai tanda bakti anak kepada orang tuanya). Dibawah ini contoh kalimat minta restu orang tua atau kalimat permohonan ijin atau sering disebut kalimant ijin menikah dari calon pengantin wanita kepada kedua orang tuanya, bisa di edit,,,, di tambah atau dirubah bahasanya,,,, disesuaikan dengan yang diinginkan agar terdengar bagus. Berikut 3 Versi Kalimat Minta Restu Atau Ijin Calon Pengantin Wanita Kepada Orang Tua  : VERSI 1 Bismillahirrahmaannirrahiim, Astaghfirullahal’adzim, Asyhadualla illa ha illallah, Wa asyhadu anna...

11 Ayat Al-Qur'an Tentang Rumah Tangga Islami

11 Ayat Al-Qur'an Tentang Rumah Tangga Islami  - Menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-14, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Kata ini melingkup segala bentuk tempat tinggal manusia dari istana sampai pondok yang paling sederhana. Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya. Secara bahasa, kata rumah (al bait) dalam Al Qamus Al Muhith bermakna kemuliaan; istana; keluarga seseorang; kasur untuk tidur, bisa pula bermakna menikahkan, atau bermakna orang yang mulia. Dari makna bahasa tersebut, rumah memiliki konotasi tempat kemuliaan, sebuah istana, adanya suasana kekeluargaan, kasur untuk tidur, dan aktivitas pernikahan. Sehingga rumah tidak hanya bermakna tempat tinggal, tetapi juga bermakna penghuni dan suasana. Rumah tangga islami bukan sekedar berdiri di atas kenyataan kemusliman seluruh anggota keluarga. Bukan juga karena seringnya terdengar lantunan ...

Apa Pengertian Wali Nasab, Wali Hakim dan Wali Muhakam ?

Apa Pengertian Wali Nasab, Wali Hakim dan Wali Muhakam ? – Berbicara masalah perwalian dalam Islam terbagi menjadi 3 seperti pada judul di atas. Diriwayatkan suatu hadist dari Abu Hurairah RA, katanya Rasulullah SAW bersabda : “Seorang wanita tidak boleh mengawinkan seorang wanita dan tidak pula mengawinkan dirinya”. (HR.Daruqutni). Wali Nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita yang berhak menjadi wali menurut urutan sederhananya sebagai berikut : Ayah Kandung (bapak) Kakek Saudara Kandung Saudara Sebapak Anak Saudara Sekandung Anak Saudara Sebapak Saudara Ayah Sekandung (paman) Saudara Ayah Sebapak (paman) Anak Saudara Ayah Sekandung (sepupu) Anak Saudara Ayah Sebapak (sepupu) Dst Wali Hakim maksudnya adalah orang yang diangkat oleh pemerintah (Menteri Agama) yang bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 2 tahun 1987 orang yang ditunjuk menjadi wali hakim adalah Kepala Kantor Uru...